Yogyakarta, CNN Indonesia — Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Nisan Setiadi menyebut deradikalisasi terhadap perempuan yang pernah bergabung dengan jaringan kelompok terorisme bukan praktik mudah.
“Perempuan itu kalau sudah kena (paham radikal) itu susah lepasnya. Jadi, lebih susah menderadikalisasi perempuan daripada laki-laki,” kata Nisan dalam diskusi bertajuk Perempuan Teladan, Optimis dan Produktif (TOP): Cerdas Digital, Satukan Bangsa dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Kampus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Kamis (30/3) seperti dikutip dari Antara.
Menurut dia, kaum perempuan memiliki loyalitas tinggi terhadap doktrin yang diterima sehingga menjadi pertimbangan jaringan teroris untuk gencar merekrut mereka sebagai anggota.
“Perempuan itu mudah dipengaruhi, terutama yang memiliki masalah dalam keluarga. Selain itu, kaum perempuan dianggap sangat loyal,” kata dia.
Pihaknya menilai kaum perempuan kini bukan lagi sekadar berpeluang menjadi korban, melainkan juga berpotensi menjadi pelaku utama dalam aksi terorisme.
Ia mencontohkan beberapa di antaranya.Seorang wanita benama Siti Elina (SE) yang pada bulan Oktober 2022 hendak menerobos masuk ke Istana dengan membawa pistol. Hal itu, kata dia, jadi salah satu bukti bahwa perempuan tidak hanya berpotensi menjadi korban, tetapi juga pelaku.
“Perempuan ini trennya lagi naik. Indeks risiko terorisme dan indeks potensi radikalisme trennya naik untuk perempuan dan anak-anak muda, khususnya generasi milenial dan generasi Z,” kata Nisan.
Untuk mencegah kaum perempuan masuk gerakan terorisme, menurut dia, mereka perlu dilibatkan dalam kegiatan kontranarasi radikalisme serta dituntut cerdas pada era digital, termasuk cerdas dalam bermedia sosial.
Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Sahiron menambahkan cerdas digital perlu digaungkan agar masyarakat tidak terjerumus dalam gerakan terorisme lantaran salah memahami ajaran agama melalui internet.
Sahiron mengakui ada teori yang menyatakan bahwa masyarakat terlibat gerakan radikal dan terorisme karena faktor ekonomi dan politik.
“Akan tetapi, ternyata yang paling banyak adalah faktor bagaimana memahami agama itu karena salah dalam hal mendapat pengajaran dan yang paling kentara adalah karena mereka belajar agama di internet,” kata dia.
Sejumlah organisasi perempuan hadir dalam diskusi yang digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DIY dan BNPT itu, antara lain, Muslimat NU, Aisyiyah, Perkumpulan Srikandi Indonesia, Bhayangkari, Wanita UNU, Perempuan MUI, IWAPI, dan Wanita Hindu Dharma Indonesia.
Dua Napiter Perempuan Ikrar Setia NKRI
Sementara itu di tempat terpisah, dua narapidana tindak pidana terorisme (napiter) penghuni Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta menyatakan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kedua napiter perempuan itu yakni SRT dan AS menyatakan Pancasila dan UUD 1945 tidak bertentangan dengan pemahaman agama yang mereka yakini.
“Saya berjanji untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan akan melindungi segenap Tanah Air Indonesia dari segala tindakan-tindakan aksi terorisme yang dapat memecah persatuan dan kesatuan Indonesia,” demikian ikrar yang diucapkan SRT dan AS di Aula Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta, dikutip dari keterangan resmi Kanwil Kemenkumham DIY yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (30/3).
SRT dan AS dalam ikrarnya turut menyatakan telah menyesali kesalahan dan tidak akan bergabung dengan kelompok teroris manapun. Mereka bersedia mengikuti program pembinaan dan deradikalisasi yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan maupun instansi lain.
“Pernyataan ini saya sampaikan bukan karena saya berada dalam tekanan ataupun paksaan dari pihak manapun, tetapi karena saya telah menyadari bahwa Pancasila dan UUD 1945 tidak bertentangan dengan Islam dan pemahaman agama yang saya yakini,” ujarnya.
Prosesi pernyataan ikrar diakhiri dengan pembacaan sila-sila Pancasila, serta penghormatan serta penciuman Bendera Merah Putih oleh SRT dan AS. Momen ini pun diklaim jadi yang pertama di DIY.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY Gusti Ayu Putu Suwardani mengatakan kegiatan ini merupakan salah satu bentuk pembinaan kepada narapidana tindak pidana terorisme yang diselenggarakan oleh Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta. Harapannya, SRT dan AS mampu bersama-sama menjaga Pancasila dan menghargai perbedaan.
Sumber: Cable News Network