Home » Posisi Makmum Perempuan di Tengah Jamaah Laki-laki Menurut 3 Ulama Fiqih
Agama Femele Indonesia Islam Muslim News Social Wanita

Posisi Makmum Perempuan di Tengah Jamaah Laki-laki Menurut 3 Ulama Fiqih


Jakarta, Insertlive – Di media sosial tengah ramai membicarakan Pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu.

Pesantren tersebut viral setelah beredar video yang memperlihatkan pria dan perempuan berada di satu saf saat menjalankan salat Idul Fitri.

Hal tersebut tentu menjadi kontroversi karena berbeda dengan pendapat para ulama fikih yang berlaku di tengah umat Muslim, yaitu posisi makmum perempuan tepat di belakang imam.

Posisi Makmum dan Imam Saat berjamaah Dalam Islam

Melansir laman NU Online, Ketika sholat berjamaah yang terdiri satu imam dan satu makmum, makmum harus berdiri di sebelah kanan imam, dan sedikit lebih mundur.

Aturan tersebut berdasarkan hadis dari Imam Bukhari.


ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ، ﻗﺎﻝ: ﺑﺖ ﻓﻲ ﺑﻴﺖ ﺧﺎﻟﺘﻲ ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ ” ﻓﺼﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ اﻟﻌﺸﺎء، ﺛﻢ ﺟﺎء، ﻓﺼﻠﻰ ﺃﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ، ﺛﻢ ﻧﺎﻡ، ﺛﻢ ﻗﺎﻡ، ﻓﺠﺌﺖ، ﻓﻘﻤﺖ ﻋﻦ ﻳﺴﺎﺭﻩ ﻓﺠﻌﻠﻨﻲ ﻋﻦ ﻳﻤﻴﻨﻪ


Artinya: Ibnu Abbas berkata: Saya menginap di rumah bibi saya, Maimunah (istri Nabi). Nabi shalat isya, lalu datang dan shalat empat rakaat. Kemudian Nabi tidur, bangun malam dan shalat. Saya datang lalu berdiri di sebelah kiri Nabi, dan beliau mengarahkan saya ke sebelah kanan Nabi.

Posisi Makmum Laki-laki dan Perempuan Saat Berjamaah Dalam Islam

Posisi makmum laki-laki dan makmum perempuan juga mempunyai perbedaan.

Posisi laki-laki saat sholat berjamaah adalah berdiri di sebelah kanan imam, lalu mundur sedikit. Apabila makmum laki-laki berdiri sejajar dengan imam, maka hukumnya makruh.


( وَالرَّجُلُ الْوَاحِدُ ) وَمِثْلُهُ الصَّبِيُّ الَّذِي يَعْقِلُ الْقُرْبَةَ إذَا صَلَّى وَاحِدًا مِنْهُمَا ( مَعَ الْإِمَامِ ) يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ ( يَقُومَ ) أَيْ يُصَلِّيَ ( عَنْ ) أَيْ جِهَةَ ( يَمِينِهِ ) وَيُنْدَبُ لَهُ أَنْ يَتَأَخَّرَ عَنْهُ قَلِيلًا بِحَيْثُ يَتَمَيَّزُ الْإِمَامُ مِنْ الْمَأْمُومِ وَتُكْرَهُ مُحَاذَاتُهُ


Artinya: Seorang makmum laki-laki atau anak kecil jika shalat bersama imam maka disunahkan berdiri di sebelah kanan imam. Dianjurkan bagi makmum mundur sedikit, sekira dapat dibedakan mana imam dan makmum. Dan makruh jika makmum sejajar dengan imam. (Fawakih ad-Dawani, Juz, halaman: 407).

Sementara itu, untuk posisi makmum perempuan, ulama fikih telah sepakat tidak memperbolehkan makmum laki-laki berdiri di belakang makmum perempuan.

Apabila makmum laki-laki terlambat menyadari bahwa mereka sholat di belakang makmum perempuan, mereka wajib mengulangi sholatnya.

وَلَا يَجُوزُ لِلرَّجُلِ أَنْ يُصَلِّيَ خَلْفَ الْمَرْأَةِ لِمَا رَوَى جَابِرٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَا تَؤُمَّنَّ الْمَرْأَةُ رَجُلًا ” فَإِنْ صَلَّى خَلْفَهَا وَلَمْ يَعْلَمْ ثُمَّ عَلِمَ لَزِمَهُ الْإِعَادَةُ

Artinya: Tidak boleh laki-laki shalat (bermakmum) di belakang perempuan, berdasarkan hadis riwayat Jabir, “Rasulullah saw. berkhutbah di hadapan kami. Beliau menyampaikan, ‘Tidak boleh perempuan mengimami laki-laki.’ Artinya, jika ada laki-laki bermakmum di belakang perempuan, sementara ia tidak tahu, kemudian mengetahuinya, maka wajib baginya mengulang shalatnya.” (Imam an-Nawawi, al-Muhadzab, jilid 4, halaman 254).

Posisi Makmum Perempuan di Tengah Jamaah Laki-laki Menurut 3 Ulama Fiqih

Posisi makmum perempuan sholat di tengah jamaah laki-laki yang kini tengah viral disebut bertentangan dengan pendapat tiga ulama fiqih.

Menurut jumhur ulama, yakni Malikiah, Syafi’iah, dan Hanabilah, hukum posisi makmum perempuan di tengah jamaah laki-laki adalah makruh.

Namun, perkara tersebut tidak lantas membatalkan sholat. Hal ini tertuang dalam kitab Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah.

يُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ الاِقْتِدَاءِ عِنْدَ الْجُمْهُورِ (الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ) عَدَمُ تَوَسُّطِ النِّسَاءِ، فَإِنْ وَقَفَتِ الْمَرْأَةُ فِي صَفِّ الرَّجُل كُرِهَ، وَلَمْ تَبْطُل صَلاَتُهَا، وَلاَ صَلاَةُ مَنْ يَلِيهَا، وَلاَ مَنْ خَلْفَهَا. وَقَدْ ثَبَتَ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَانَتْ تَعْتَرِضُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَائِمَةً وَهُوَ يُصَلِّي. وَالنَّهْيُ لِلْكَرَاهَةِ، وَلِهَذَا لاَ تَفْسُدُ صَلاَتُهَا فَصَلاَةُ مَنْ يَلِيهَا أَوْلَى. وَهَكَذَا إِنْ كَانَ هُنَاكَ صَفٌّ تَامٌّ مِنَ النِّسَاءِ، فَإِنَّهُ لاَ يَمْنَعُ اقْتِدَاءَ مَنْ خَلْفَهُنَّ مِنَ الرِّجَال.

Artinya: Untuk keabsahan bermakmum, menurut jumhur ulama (Malikiah, Syafi’iyah, dan Hanabilah), disyaratkan tidak ada makmum perempuan di antara imam dan makmum laki-laki. Sehingga, jika ada seorang makmum perempuan berdiri di barisan laki-laki, maka dimakruhkan. Namun, shalat perempuan itu, shalat makmum laki-laki yang ada di sekitarnya, dan shalat makmum laki-laki di belakangnya, tidak batal. Sudah ada dalil bahwa suatu ketika Siti Aisyah tidur di hadapan Rasulullah saw., sementara beliau sedang shalat. Maka, larangan perempuan berada di tengah jamaah laki-laki berstatus makruh. Jika, posisi itu tidak merusak (membatalkan) shalat si perempuan tersebut, maka apalagi shalat laki-laki yang ada di sekitarnya. Dengan kata lain, jika ada barisan penuh perempuan dewasa, maka tidak sampai menghalangi bermakmumnya laki-laki di belakang mereka.

Sumber : Insert Live

Translate