Pakaian merupakan jati diri bangsa kita, tapi pernahkah kamu berfikir bahwa sebelum datangnya peradaban dari luar pakaian bangsa kita ini cenderung bertelanjang dada baik itu laki-laki maupun perempuannya.
Masyarakat di Indonesia hampir di seluruh wilayah nusantara, terutama di wilayah-wilayah kerajaan memang ada yang sudah mengenal pakaian dari bahan-bahan tertentu. Tapi bukan suku-suku pedalaman yang hingga sekarang suku-suku tersebut masih lestari, karena memang tak ingin modern dan cenderung menutup diri.
Namun yang menarik mereka lebih mengutamakan memakai penutup dari bahan hanya di wilayah kemaluannya saja. Sedangkan dada mereka dibiarkan terekspose sempurna, ini bisa di lihat dari relief candi yang dibuat pada abad 11 masehi.
Jauh sebelum itu peneliti sejarah mengungkapkan bahwa nenek moyang kita dahulu memang sudah mengenal anyaman terdiri atas serat tumbuhan, dan serat-serat itu dicelupkan untuk diberi warna.
Seperti prasasti Alasantan (abad ke-10), manambul adalah bahan pewarna alami yang menghasilkan warna hitam. Busana yang di kenakan masyarakat Indonesia bisa dilihat dari berbagai prasasti dan juga relief candi.
Corak relief di candi Borobudur disebut dengan relief Lalitavistara, Karmawibangga, Jataka, Awadana, Gandawyuha dan Badracari. Lalu untuk candi Prambanan ada relief Ramayana dan Krsnayana. Dan di candi Panataran terdapat relief Ramayana, Krsnayana dan relief fabel disitu bisa kita lihat corak pakaian yang di pakai masyarakat waktu itu. Begitu juga dengan beberapa arca serta juga prasasti yang di tinggalkan.
Di abad 13 pakaian kerajaan bagi wanita mengalami perubahan karena adanya kemben kain wulang. Untuk wulang sendiri, dipakai menutupi dari pinggang hingga ke batas atas payudara. Namun untuk masyarakatnya kemungkinan besar masih tak menutupi dada.
Bahkan ketika abad ke 19 ketika masa kolonial perubahan besar bagi wanita-wanita keturunan bangsawan dalam tata cara berpakaian dimana kebaya pun mulai di kenal, namun banyak masyarakat dengan status sosial rendah saat itu masih bertelanjang dada.
Kebudayaan dengan akar Hindu yang kuat masih di praktekkan hingga jangan heran bila di Bali pakaian wanita masih saja bertelanjang dada di tahun 1930 walau saat ini sudah lebih modern tetapi setidaknya kita membuka mata datangnya para pendatang membuat peradaban pun berubah, khususnya di nusantara pakaian wanita akhirnya mengalami banyak perubahan.
Bila di sentra-sentra masuknya Islam pakaian wanita lebih tertutup, belum lagi masuknya kebudayaan China yang juga mengubah tata cara wanita dalam berpakaian. Mungkin tanpa adanya kenudayaan dari luar hingga saat ini wanita di Indonesia masih bertelanjang dada.
Sumber : Kompasiana